Sabtu, 30 November 2013



Rhezha Hussein, S.Pd., M.Si.
Minggu, 1 Desember 2013
TERATOLOGI (KELAINAN PADA PROSES PERKEMBANGAN EMBRIO)
Dalam kehidupan di alam, tidak ada satupun makhluk yang sempurna, sering terlihat kekurangan atau cacat. Kekurangan tersebut secara umum dapat disebut sebagai kelainan, yang bila sedemikian beratnya dapat mengubah pemunculannya. Perubahan yang besar itu akan menghasilkan makhluk yang mungkin menakutkan yang orang awam menyebutnya sebagai monster.

Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan “monster” tersebut disebut dengan nama teratologi (bahasa Yunani), teratos berarti monster dan logos berarti ilmu. Dan karena kelainan tersebut lebih banyak terjadi pada masa perkembangan embrio, maka teratologi dianggap sebagai cabang atau bagian dari embriologi.

Kelainan yang kita lihat tersebut, karena proses dan masa terjadinya pada masa perkembangan, disebut pula kelainan perkembangan. Dan biasanya terlihat sejak lahir, sehingga disebut pula sebagai kelainan bawaan atau anomali kongenital ataupun malformasi kongenital.

Istilah kelainan perkembangan/bawaan tersebut merupakan pengertian umum untuk semua bentuk kelainan. Pada awalnya dimaksudkan untuk kelainan bentuk anatomi, tetapi kemudian kelainan fungsi juga dimasukkan.

Teratologi  : Cabang embriologi yang mempelajari perkembangan yang abnormal dan berakhir dengan kelainan (malformasi kongenital).Hiperdiploidi :
 
Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom terdapat 3 buah (normal 2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah pemisahan kromosom tak sama (non-disjunction) pada pembentukan gamet, sehingga ada gamet yang mempunyai kromosom 24. Bila gamet ini bertemu dengan gamet normal lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung 47 kromosom.

Sekitar 15 % kematian neonatus disebabkan malformasi kongenital dan sekitar 6 % pada anak sampai usia 1 tahun menderita kelainan kongenital

Penyebab malformasi kongenital dapat dibedakan menjadi :
1.      Faktor genetik (kelainan kromosom /gen mutasi)
2.      Faktor non genetik, penyebabnya disebut teratogen.
3.      Faktor genetik sebagai penyebab malformasi

A. Kelainan kromosom dapat dibedakan menjadi:
Ø  kelainan jumlah kromosom
Ø  kelainan struktur kromosom
Ø  kelainan mosaik

B. Malformasi disebabkan mutasi gen

A.1. Kelainan Jumlah Kromosom

Dalam keadaan normal kromosom yang 46 buah dalam keadaan berpasangan yang disebut homolog. Kromosom yang 23 pasang dapat digolongkan autosom (22 pasang) dan kromosom seks (1 pasang). Pasangan kromosom seks pada wanita dan pria berbeda tetapi pasangan autosom sama.

Seorang wanita terdapat 22 pasang kromosom autosom dan XX kromosom seks. Seorang pria mempunyai 22 pasang kromosom autosom dan XY kromosom seks. Pada kelainan jumlah kromosom terjadi perubahan dari jumlah normal yang 46.

Kelainan jumlah kromosom dibagi menjadi :
1.      Aneuploidi : yaitu berkurang atau bertambahnya jumlah kromosom dari 46, yaitu :
hipodiploidi (biasanya 45)
2.      hiperdiploidi (biasanya 47-49)
3.      Poliploidi : yaitu perubahan jumlah kromosom yang merupakan kelipatan dari N.
4.      Hipodiploidi :
Monosomi, yaitu jumlah kromosom berkurang satu. Pada embrio yang mengalami kekurangan satu kromosom autosom biasanya akan mati, karenanya monosomi autosom jarang sekali ditemukan pada orang hidup. Sekitar 97% embrio yang kekurangan satu kromosom seks akan mati dan sisanya 3% dapat hidup dengan Syndroma Turner atau disebut pula disgenesis ovarium.
5.      Hiperdiploidi :
Ø  Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom terdapat 3 buah (normal 2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah pemisahan kromosom tak sama (non-disjunction) pada pembentukan gamet, sehingga ada gamet yang mempunyai kromosom 24. Bila gamet ini bertemu dengan gamet normal lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung 47kromosom.
Ø  Trisomi Autosom : bila kromosom yang ada 3 adalah autosom. Syndroma Down atau trisomi 21, dengan kromosom nomor 21 ditemukan 3 buah. Selanjutnya dikenal juga trisomi 18 atau Syndroma Edward dan trisomi 13 atau Syndroma Patau.

Dikatakan bahwa kelebihan trisomi ada hubungannya dengan usia ibu yang meningkat. Terutama pada trisomi 21, insidennya 1 dari 2000 kelahiran dari ibu kurang dari 25 tahun, tetapi insidennya menjadi 1 dari 100 kelebihan pada ibu dengan umur lebih dari 40 tahun.
Trisomi kromosom seks : bila terjadi tidak memperlihatkan kelainan fisik yang karakteristik pada waktu bayi atau anak-anak, tetapi baru diketahui setelah dewasa. Pada kelainan XXX (wanita) atau XXY (pria) dapat dibedakan berdasarkan pemeriksaan kromatin seks lengkap, yaitu kromatin X dan kromatin Y.


Tetrasomi dan pentasomi dilaporkan hanya pada kromosom seks. Baik pada wanita dengan XXXX dan XXXXX ataupun pria dengan XXXY, XXYY dan XXXXY biasanya memperlihatkan kelainan mental (mental retardasi) maupun fisik. Semakin banyak jumlah kromosom seksnya semakin parah gangguannya, tetapi kelebihan kromoson seks tidak mengubah jenis kelamin penderita.


Poliploidi
Kelainan poliploidi, sel mengandung jumlah kromosom perlipatan dari haploid (misalnya menjadi 69, 92 kromosom, dsb). Poliploidi menyebabkan abortus spontan.

A.2. Kelainan Struktur Kromosom

Kebanyakan kelainan struktur kromosom disebabkan faktor lingkungan seperti radiasi, bahan kimia, virus.

a. Translokasi

Perpindahan sebagian dari kromosom kepada kromosom lain yang tidak homolog.
Akibat translokasi tidak selalu menyebabkan kelainan perkembangan embrio, sebagai contoh translokasi kromosom 21 ke kromosom 15, maka fenotip dari penderita yang mengalami translokasi ini adalah normal. Kasus demikian ini disebut “carrier”. Lebih kurang 3%-4% pada penderita Sindroma Down ditemukan trisomi translokasi.


b. Dilesi

Apabila suatu kromosom patah, bagian yang patah ini bisa hilang, hal ini disebut dilesi. Dilesi pada lengan pendek kromosom 5 (grup B) menimbulkan sindroma cri du chat Kelainan yang diperlihatkan bila menangis suaranya lemah seperti suara kucing menangis, mikrosefali, retardasi mental berat dan kelainan jantung kongenital.


c. Kromosom cincin

Adalah tipe lain dari dilesi, yaitu kedua ujung kromosom yang berlawanan patah dan ujung-ujung yang tersisa bersatu dan membentuk cincin. Kelainan demikian pernah ditemukan pada sindroma turner (kromosom X) dan pada trisomi 18.

d. Duplikasi

Akibat ada bagian kromosom yang patah dan bagian yang patah ini menempel pada bagian lain dari kromosom, sehingga bagian kromosom yang ditempeli ini mempunyai susunan kromosom sama yang ganda. Penderita tidak memperlihatkan kelainan yang nyata karena tidak ada materi genetik yang hilang.

e. Isokromosom

Apabila pembelahan sentromer terjadi secara transversal (biasanya secara longitudinal), menghasilkan kromosom yang disebut isokromosom, kelainan banyak terjadi pada kromosom X.

Pengertian Toksikologi



Pengertian Toksikologi
By. Rhezha Hussein, S.Pd. M.Si.

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Potensi efek merugikan yang ditimbulkan oleh bahan kimia di lingkungan sangat beragam dan bervariasi sehingga ahli toksikologi mempunyai spesialis kerja bidang tertentu.
Toksikologi lingkungan adalah suatu studi yang mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan pengaruhnya terhadap ekosistem yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.

Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan dari :
  1. Toxicity : deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis zat kimia
  2. Hazard : kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan cidera
  3. Risk : besarnya kemungkinan zat kimia menimbulkan karacunan
  4. Safety : keamanan
B.     Klasifikasi Bahan Toksikan
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
  1. Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
  2. Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
  3. Sumber : tumbuhan dan hewan
  4. Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll
  5. Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
  6. Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
  7. Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
  8. Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya ditinjau dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk pengobatan.

C.    Karakteristik Paparan
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan  dosis  lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi.

Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :
  1. Reaksi alergi
Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai “ hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai untuk menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi alergi timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya jarang ditemukan.
  1. Reaksi ideosinkrasi
Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau bahan polutan.
  1. Toksisitas cepat dan lambat
Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu dari waktu timbul pemberian.
  1. Toksisitas setempat dan sistemik
Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan masuk toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba pada beberapa tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat kemudian sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral dan kulit, sedangkan otot dan tulang merupakan target yang paling belakangan.

Respon toksik tergantung pada :
  1. Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut
  2. Situasi pemaparan
  3. Kerentanan sistem biologis dari subyek

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :
  1. Jalur masuk ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian “keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
  1. Jangka waktu dan frekuensi paparan
  • Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
  • Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1 bulan atau kurang
  • Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3 bulan
  • Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan
 Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan toks
D.    Interaksi Bahan Kimia
Interaksi bahan kimia terjadi melalui mekanisme :
1).     Perubahan dalam absorbsi
  • Absorbsi toksikan dalam tubuh manusia
Tempat penyerapan utama bagi toksikan adalah saluran pencernaan, paru dan kulit. Dalam studi toksikologi sering juga diberikan melalui jalur khusus yaitu melalui injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan sub kutan.
  • Absorbsi toksikan pada saluran pencernaan
Saluran pencernaan merupakan jalur penting dalam absorbsi toksikan. Beberapa toksikan di lingkungan masuk melalui rantai makanan, kecuali zat yang kaustik atau nsangat iritan pada saluran pencernaan. Sebagian besar dari toksikan tidak menimbulkan efek toksik kecuali kalau mereka diserap. Absorbsi dapat terjadi di seluruh saluran pencernaan, mulut dan rectum umumnya tidak begitu penting bagi absorbsi toksikan di lingkungan.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang baik untuk asam lemah dengan bentuk non ion yang larut dalam lemak, sebaliknya basa lemah yang sangat mengion dan tidak larut dalam lemak tidak akan mudah diserap di lambung, umumnya akan diserap di usus. Akibatnya basa organik akan lebih banyak diserap di usus daripada di lambung.
  • Absorbsi toksikan pada paru
Toksikan yang di absorbsi oleh paru biasanya berupa gas seperti : carbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida serta aerosol. Tempat penimbunan aerosol ditentukan ukuran partikelnya.
Partikel ukuran 5 mm atau lebih besar biasanya ditimbun pada daerah nasopharyngeal. Partikel di daerah ini dapat dihilangkan saat pembersihan hidung atau saat bersin. Partikel yang larut akan dilarutkan dalam mucus dan dibawa ke pharynx taau diserap epitel masuk ke darah.
Partikel dengan ukuran 2 s/d 5 mm ditimbun pada darah tracheabroncheoli paru, tempat ia akan dibersihkan oleh pergerakan cilia saluran pernafasan. Laju pergerakan cilia pada mucus bervariasi menurut bagian saluran pernafasan dan merupakan mekanisme penghilangan yang cepat dan efisien.

  • Absorbsi toksikan pada kulit
Umumnya kulit relatif impermeabel, karenanya merupakan pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari lingkungannya. Meskipun demikian beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan efek sistemik. Contoh : insektisida dapat menyebabkan kematian pada petani setelah diabsorbsi melalui kulit.

2).     Pengikatan protein
  • Protein plasma
Protein plasma dapat mengikat senyawa asing dan beberapa komponen fisiologik normal dalam tubuh. Peningkatan bahan kimia pada protein plasma mempunyai arti penting dalam toksikologi karena beberapa reaksi racun dapat dihasilkan jika agen dipindahkan dari protein plasma.

3).     Biotransformasi atau ekskresi dari zat toksik
Fase Biotransformasi
Reaksi enzym dalam biotransformasi ada 2 type yaitu reaksi phase I dan phase II
Phase I : Yang termasuk reaksi ini adalah oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
Umumnya reaksi phase I mengubah bahan yang masuk ke dalam sel
Menjadi lebih bersifat hidrophilik (mudah larut dalam air daripada
Bahan asalnya)
Phase II : Terdiri dari reaksi sintesi dan konjugasi.
Reaksi phase II ini merupakan proses biosintesis yang mengubah
Bahan asing atau metabolit dari phase I membuat ikatan kovalen
Dengan molekul endogen menjadi konjugat.
v  Reaksi enzymatik phase I
a).    Karakteristik enzym mikrosomal phase I
Phase I merupakan jalur biotransformasi yang predominan
b).    Cytokrom P-450
Sistem enzym yang paling penting pada phase I adalah cytokrom P-450 yang mengandung monooksigenase
v  Reaksi enzymatik phase II
Reaksi biotransformasi pada phase II ini merupakan reaksi biosintesis sehingga membutuhkan energi, hal ini dilakukan dengan aktivasi kofaktor.
a).    Glukoronosyltransferase
Glukorodinasi merupakan salah satu dari proses konjugasi pada phase II, yang mengubah bahan eksogen dan endogen menjadi bahan yang lebih larut dalam air dan metabolitnya diekskresi lewat urine atau empedu
b).    Sulfotransferase
Reaksi konjugasi yang penting untuk kelompok hydroksil adalah sulfasion dikatalisis oleh sulfotransferase, enzym ini ditemukan di liver, ginjal, usus, paru dan fungsi primernya mentransfer sulfat anorganik pada grup hydroksil pada phenol dan aliphatic alkhohol.
c).    Methylasi
Reaksi konjugasinya menurunkan kelarutan bahan kimia terhadap air dan atau memperbaiki kemampuan untuk berperan dalam reaksi konjugasi yang lain.
d).   Konjugasi asam amino
Reaksi yang penting untuk xenobiotik yang mengandung asam karboxyl adalah konjugasi dengan asam amino membentuk ikatan amide (peptide) antara kelompok asam karboxylik dari xenobiotik dan kelompok asam amino.

q  Faktor – faktor yang mempengaruhi biotransformasi dari bahan asing
  • Faktor intrinsic
Faktor penting yang mengontrol jalannya reaksi enzymatic dari bahan asing adalah konsentrasinya dalam pusat aktivitas dari enzym. Konsentrasi ini tergantung pada “Lipophilicity, Protein binding, Doses, and Rouse administration”. Lopophilicity penting karena dapat mengatur banyaknya absorbsi bahan xenobiotik dari jalan masuknya (kulit, usus, paru). Bahan kimia yang bersifat lipophilik lebih mudah di absorbsi dalam darah, sedangkan bahan yang larut dalam air kurang cepat diserap.
  • Variable dari host yang mempengaruhi biotransformasi xenobiotik
Beberapa kondisi fisiologi, pharmakologik dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses biotransformasi xenobiotik  yaitu : species, strain, umur, sex “time of day”, enzym induksi, enzym penghambat, status  gazi dan status penyakit.
  • Induksi dari enzym-enzym biotransformasi
Proses induksi enzym adalah proses di mana terjadi peningkatan aktifitas yang diakibatkan peningkatan kecepatan sintesis dari enzym biotransformasi paparan bahan kimia tertentu dapat juga menginduksi enzym-enzym tersebut.
  • Inhibisi (penghambatan) enzym biotransformasi
Penghambat metabolisme xenobiotik adalah beberapa faktor yang didapat baik endogen dan eksogen yang menurunkan kemampuan enzym untuk metabolisme bahan asing.
  • Variasi species, strain, genetic
Variasi biotransformasi diantara species digolongkan menjadi perbedaan qualitatif dan quantitatif. Perbedaan kualitatif menyangkut rute metabolik yang diakibatkan oleh kelainan dari species atau adanya reaksi ginjal dari species.
Yang termasuk pada perbedaan kualitatif adalah :
  1. a.  Kelainan enzym pada species tertentu
b. Reaksi species yang unik
  1. c.  Evolutionary
  2.  Beberapa aspek genetic
Perbedaan kualitatif ini predominan pada reaksi phase II.
 
Sedangkan yang termasuk perbedaan kuantitatif adalah :
a)Perbedaan konsentrasi enzyme
b)      Perbedaan isonzym cytokrom P-450
c)Perbedaan reaksi region spesifik
d)     Genetika
Predominan pada reaksi phase I
  • Perbedaan seks pada biotransformasi
Perbedaan respon toksikologi dan farmakologi antara tikus betina dan jantan pernah diteliti. Pada pemberian Phenobarbital dengan dosis yang sama, tikus betina tidur lebih lama daripada yang jantan.
  • Efek umur pada biotransformasi
Fetus atau bayi yang baru lahir menunjukkan kemampuan yang terbatas untuk biotransformasixenobiotik sehingga kemungkinan terjadinya keracunan lebih meningkat pada binatang percobaan yang lebih muda.
  • Efek dari diet terhadap biotransformasi
Status nutrisi penting dalam mempengaruhi biotransformasi. Defisiensi mineral misalnya Ca, Cu, Fe, Mg, dan Zn menurunkan reaksi oksidasi maupun reaksi dari cytokrom P-450.
  • Efek kelainan hepar (hepatic injury) terhadap biotransformasi
Karena hepar merupakan tempat utama dari biotransformasi xenobiotik maka penyakit-penyakit yang mempengaruhi fungsi normal dari hepar dapat pula mempengaruhi proses biotransformasi, begitu pul dengan bahan kimia yang menginduksi gangguan liver (hepar) akanmenurunkan biotransformasi.

  • Interaksi farmakologi dan toksikologi :
-    Efek aditif : suatu situasi dimana efek gabungan dan 2 bahan kimia sama dengan jumlah dari efek masing-masing bahan bila diberikan sendiri-sendiri (2+3=5).
-    ek sinergistik : situasi dimana efek gabungan dari 2 bahan kimia jauh melampaui penjumlahan dari tiap 2 bahan kimia bila diberikan sendiri-sendiri (2+3=20)
-    Potensiasi : keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai efek toksik terhadap sitem atau organ tertentu, namun bila ditambahkan ke bahan kimia lain akan membuat yang terakhir menjadi lebih toksik (0+2=10)
-    Antagonisme : situasi dimana 2 bahan kimia diberikan bersamaan efeknya saling mempengaruhi atau satu bahan kimia mempengaruhi bahan kimia yang lainnya (4+6=8)

E.     Distribusi dan Ekskresi Toksikan
  • Distribusi toksikan
Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.
Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi toksikan :
  1. Hati dan ginjal
Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan hati mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup tinggi kapasitasnya dalam proses biotransformasi toksikan.
  1. Lemak
Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat yang larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan polybrominated biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan pelarut yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 % danberat badan pada orang yang gemuk dan 20 % dari orang yang kurus. Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk menjadi lebih rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.
  1. Tulang
Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa seperti Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang merupakan tempat penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh ditemukan pada skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak ,mengakibatkan kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi penyimpanan Fluoride dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal fluorosis).
  • Ekskresi toksikan
Toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute. Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan dalam tubuh.
Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu diantaranya : hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan Pb ; paru dalam ekskresi gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan pada keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).
  1. Ekskresi urine
Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi toksikan dari tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme yang sama seperti pada saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.
  1. Ekskresi empedu
Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah setelah diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah distribusi bahan toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh.
  1. Rute ekskresi yang lain
Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran pencernaan, cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang berbentuk gas pada kondisi suhu badan dan “volatile liquids” dapat diekskresi melalui paru. Jumlah cairan yang dapat dikeluarkan melalui paru berhubungan dengan tekanan uap air. Ekskresi toksikan melalui paru ini terjadi secara difusi sederhana. Gas yang kelarutannya rendah dalam darah dengan cepat diekskresi sebaliknya yang tinggi kelarutannya seperti chloroform akan sangat lambat diekskresi melalui paru.
F.     Dose Response Relationship (Hubungan Dosis Respon)
Pengertian dose respons dalam toksikologi adalah proporsi dari sebuah
populasi yang terpapar dengan suatu bahan dan akan mengalami respon
spesifik pada dosis,interval,waktu dan pemaparan tertentu.
  • Lethal dose 50 (LD 50)
LD 50 merupakan dosis tunggal derivat suatu bahan tertentu pada uji
toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat menyebabkan
kematian 50 % dari populasi uji (hewan percobaan).
  • Aplikasi dosis respon
Nilai ld 50 tidak ekuivalen dengan toksisitas tapi nilai ini dapat di
Interpretasikan dalam nilai TD(toxic dose)Dan ED (effectife dose).
  • oxic dose (TD)
Adalah  dosis dari suatu bahan yang dipaparkan pada suatu
suatu populasi dan pada tingkat dosis tersebut sudah dapat
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh hewan percoba